Pada tahun 2021, Indonesia berada pada tingkat ke 54 dari 78 negara yang masuk dalam pemeringkatan tingkat pendidikan dunia. Hal ini ,mengindikasikan bahwa kulaitas pendidikan di Indonesia sangatlah rendah, banyak fakta dan contoh yang bisa kita temui di dunia nyata maupun dunia maya. Tingginya tingkat kemalasan anak dalam belajar menjadi salah satunya. Belajar secara umum dipengaruhi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Dilansir dari hasil penelitian Lindgreen yang dikutip oleh Purnomo (2010:1) dalam http://www.smandapura.sch.id menjelaskan tentang alas an-alasan keberhasilan studi siswa sebagai berikut; kebiasaan-kebiasaan studi yang baik 35%, minat 25%, kecerdasan 15%, pengaruh keluarga 5% dan lain-lain 22%. Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan hanya berpengrauh 15% pada tingkat keberhasilan seorang siswa. Maka Indonesia tidak menjadi rendah pendidikannya hanya karena ketidak cerdasan. Pengaruh keluarga juga menjadi salah satu faktornya.
Pola asuh orang tua merupakan serangkaian metode atau tata cara yang dilakukan orang tua untuk mendidik, merawat dan menjaga anaknya. Pola asuh orang tua akan tercemin pada perilaku anaknya bahkan dalam belajar anak juga. Tidak hanya faktor dari keluarga, cara didik seorang guru juga sangat berpengaruh besar, jika cara didik seorang guru tidak tepat maka akan menimbulkan rasa malas siswa. Banyak siswa sekarang membangkang dan tidak mendengarkan gurunya, maka kita sebagai para pendidik masa depan sudah sewajarnya mengoreksi dan intropeksi terhadap apa yang dialami oleh peserta didik kita. Untuk mewujudkan Pendidikan yang baik dan berkualitas, Indonesia membutuhkan seorang guru. Istilah guru dalam masyarakat, memiliki arti yang sangat luas, setiap orang yang memberikan satu ilmu dapat disebut seorang "Guru" contohnya: guru ngaji, guru karate, guru tari, guru mencopet dan sebagaianya. Beberapa contoh diatas sesuai dengan title guru sebagai pengajar bukan sebagai pendidik. Tapi apakah Indonesia membutuhkan seorang pengajar saja? Atau Indonesia juga membutuhkan seorang pendidik? Atau Indonesia hanya membutuhkan salah satunya saja?
Perlu digaris bawahi, mengajar dan mendidik itu memiliki makna yang berbeda tapi saling berhubungan, yaitu bahwasannya kegiatan mengajar harus diikuti dengan kegiatan mendidik. Seorang pengajar pada umunya hanya memberi ilmu yang tidak diketahui pelajarnya. Sedangkan seorang pendidik merupakan orang yang mendampingi dan melindungi serta memberikan cerminan cara berakhlak mulia dengan menjadikan dirinya sendiri sebagai contoh. Kalau guru sekarang hanya sebagai pengajar saja, maka Indonesia tidak lagi membutuh seorang guru, karena ilmu bisa didapatkan dari internet.
Gina Nabillah / Insight
Tidak ada komentar
Posting Komentar