Secara pasti, seluruh perintah Allah subhanahu wa ta'ala di dalam agama ini bisa dilaksanakan oleh hambanya Allah subhanahu wa ta'ala. Menjamin hal itu, di dalam Al Quran disebutkan bahwa Allah itu tidak membebani hambanya kecuali sesuai dengan kemampuannya, artinya bahwa seluruh kewajiban itu pada dasarnya bisa dilaksanakan oleh manusia siapapun.
Ketika
kemampuan manusia itu menurun, maka Allah akan memberikan keringanan. Shalat
misalnya, pada dasarnya atau pada awalnya shalat harus ditunaikan dengan
berdiri. Ketika kita tidak mampu, kita bisa menunaikannya dengan duduk, begitu
juga apabila tidak bisa menunaikannya sambal duduk, maka kita dapat
melakukannya dengan berbaring. Jika tidak dapat berbaring, kita dapat
menunaikannya dengan sekedar menggerakkan anggota tubuh kita.
Begitu juga
dengan puasa, puasa pasti bisa dilaksanakan oleh siapapun karena Allah
subhanahu wa ta'ala tidak meminta kita untuk tidak makan dan minum berhari-hari,
rata-rata 12 jam atau memang ada
beberapa tempat yang lebih dari 12 jam. Dan ketika kemampuan manusia itu
menurun, maka Allah memberikan keringanan. Barang siapa yang dalam perjalanan
atau sakit, maka baginya boleh tidak berpuasa dengan syarat mengganti di hari
yang lain. Begitulah Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan agama ini mudah, yuridullahu
bikumul yusro walaa bikumul ‘usr.
Allah
menginginkan kemudahan, tidak menginginkan kesulitan. Maka sesungguhnya yang
diperlukan dalam melaksanakan kewajiban agama ini adalah kemauan, karena setiap
orang pasti memiliki kemampuan. Tapi ketika tidak ada kemauan, maka perkara
yang mudah pun akan tampak menjadi sulit, perkara yang ringan akan terasa berat
dan itulah yang terjadi pada manusia dewasa ini.
Banyak sekali
kewajiban agama yang sesungguhnya sangat mudah, shalat lima waktu itu
katakanlah kurang lebih sekitar 3-4 menit, tapi juga ditinggalkan. Terkait perkara
ini, sesungguhnya adalah untuk memiliki kemauan itu, yaitu kemauan untuk taat
kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
Pada bulan
puasa, kita diminta untuk meninggalkan perkara halal yang dasarnya karena Allah
subhanahu wa ta'ala. Seperti di siang
hari berhubungan suami-istri perkara halal, tetapi pada bulan Ramadan dilarang
oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Hasilnya ternyata kita bisa. Jadi ketika ada
kemauan kita bisa meninggalkan yang jangankan perkara haram, yang halal
sekalipun kita bisa.
Jadi intinya
adalah kemauan untuk taat itulah ujung dari puasa ini, karena itu penting bagi
kita untuk menunaikan ibadah. Hikmah terbesar dari puasa itu ialah lahirnya
taqwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
Indra Margana
@marganaid
Komunikasi Penyiaran Islam
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Tidak ada komentar
Posting Komentar