Pamer kemewahan di Indonesia seringkali menjadi perbincangan publik yang banyak menuai kontroversial. Dalam sebuah artikel karya Ariel Heryanto, beliau menjelaskan masyarakat Indonesia saat ini ditandai oleh kesenjangan kemakmuran dan jenjang kelas sosial. Bahkan saat ini terjadi pertarungan kepentingan antarkelas, yang mana masing-masing dengan identitas kelas yang berbeda. Hal ini serupa dengan fenomena para petinggi negara saat ini, bukan karena gaya hidupnya yang mewah yang disorot oleh para masyarakat di kelas sosial menengah maupun bawah, namun darimanakah harta yang mereka dapatkan? Apakah sepadan dengan pekerjaan yang mereka lakukan untuk rakyat?
Dalam surat edaran nomor 13 tahun 2014 pun dijelaskan dengan sangat jelas mengenai "Gerakan Hidup Sederhana", para pejabat maupun Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak diperkenankan memperlihatkan kemewahan dan atau sikap hidup yang berlebihan serta memperhatikan prinsip-prinsip kepatuhan dan kepantasan sebagai rasa empati kepada masyarakat. Hal ini demi menciptakan masyarakat yang tentram dan damai tanpa ada perbedaan klasifikasi kelas sosial.
Namun, nyatanya saat ini banyak sekali pejabat maupun ASN yang bahkan terlihat berlomba-lomba hidup menunjukkan kemewahan hartanya. Mereka terlibat dalam praktik pamer kemewahan yang tidak sejalan dengan prinsip dan tanggung jawab jabatan yang mereka emban. Sebagai pejabat/ASN, seharusnya mereka memahami bahwa mereka adalah teladan bagi masyarakat, mereka memiliki tanggung jawab mengemban amanah rakyat dan melayani kepentingan publik dengan integritas dan dedikasi yang tinggi, rasanya tidak etis jika melihat rakyat masih banyak yang hidup dalam kesusahan namun pejabat/ASN nya sendiri hidup dengan kemewahan.
Pamer kemewahan oleh para pejabat maupun ASN dapat merusak citra negara di mata masyarakat. Ketika pejabat yang seharusnya menjadi teladan dan melayani masyarakat dengan baik justruk terlihat hidup mewah dan konsumtif, hal ini menciptakan persepsi negatif bahwa mereka menggunakan kekuasaan dan sumber daya negara untuk kepentingan pribadi. Citra negatif ini tentu dapat merugikan upaya membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah dan melemahkan integritas institusi.
Hal ini bukanlah persoalan apakah hidup bermewah-mewahan sebagai hal yang tercela, kenyataannya saat ini peluang hidup bermewah-mewahan tidak pernah merata. Rakyat yang berada di kelas bawah bekerja keras demi menghidupi keluarganya dengan berbagai kesulitan yang tiada tara mereka dapatkan tapi mereka tetap miskin turun temurun. Sedangkan rakyat kelas atas hidup mewah turun temurun tanpa kerja kerasnya.
Sebagai contoh, publik pun mengetahui banyaknya pejabat/ASN yang mangkir dari rapat atau bahkan rapat sambil tidur, bahkan lebih parahnya ada yang rapat sambil menonton pornografi? Apakah etis mereka diberikan gaji dari rakyat yang hidup susah, bekerja terus-terusan menyambi hidup demi membayar gaji para pejabat/ASN namun mereka hanya berleha-leha menikmati kemewahan sementara rakyat banyak yang sengsara? Banyak juga sikap dari para pejabat/ASN yang acuh dengan kepentingan publik, baik dipersulitnya pembuatan surat-surat jika tidak memiliki orang dalam.
Contoh lain, seperti banyaknya berita viral saat ini. Mengenai jalanan Lampung yang rusak. Apakah dana dari rakyat kurang? Rakyat terus-terusan di mintai dana untuk pemerintah, namun kenyataannya dana itu tak kunjung sampai pada rakyat. Minimal memperbaiki jalanan untuk rakyat pun susah, bahkan keluarga pejabatnya malah hidup bermewah-mewahan. Rakyat banyak yang memprotes namun para pejabat/ASN hanya diam saja? Baru bergerak saat presiden turun tangan, sangatlah mengecewakan bukan?.
Pamer kemewahan memanglah manusiawi, semua orang pasti memiliki gairahnya sendiri untuk pamer diri maupun kehidupan di sekitarnya, namun hal yang perlu dipamerkan dirasa tidak melulu soal kemewahan. Contohnya pamer prestasi ketika bisa menjuarai sebuah perlombaan dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan terkadang pemerintah juga kurang mengapresiasi rakyat yang berprestasi jika dari kalangan bawah.
Selain itu, gaya hidup pamer berdampak pada kepercayaan masyarakat yang akan hancur. Dimana banyak masyarakat yang berharap penuh pada para pejabat maupun ASN dengan bertindak sesuai dengan integritas, dedikasi, dan komitmen untuk melayani kepentingan publik. Namun, ketika malah sebaliknya para pejabat/ASN ini berfoya-foya tentu masyarakat akan merasa sangat dikhianati dan meragukan niat sejati pejabat/ASN untuk melayani kepentingan publik. Hal ini dapat berpotensi merusak hubungan antara pemerintah dan rakyat, bukannya memperbaiki hubungan pemerintah dan rakyat agar dapat hidup tentram dalam bernegara malah merusak.
Tentu seperti yang kita ketahui pamer kemewahan ini berdampak negatif yang signifikan terhadap citra negara, ketidakadilan sosial, dan kepercayaan masyarakat. Dalam upaya membangun suatu negara yang damai dan tentram tentulah pemerintah dan rakyat harus saling bekerjasama, sebagai garda tertinggi di tata negara diharapkan para pejabat maupun ASN mampu untuk menjaga kepercayaan rakyat, membangun negara yang berintegritas dan melayani kepentingan publik sebagaimana tugas mereka.
Reporter / Khariza Rizka Fadilah
Dalam surat edaran nomor 13 tahun 2014 pun dijelaskan dengan sangat jelas mengenai "Gerakan Hidup Sederhana", para pejabat maupun Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak diperkenankan memperlihatkan kemewahan dan atau sikap hidup yang berlebihan serta memperhatikan prinsip-prinsip kepatuhan dan kepantasan sebagai rasa empati kepada masyarakat. Hal ini demi menciptakan masyarakat yang tentram dan damai tanpa ada perbedaan klasifikasi kelas sosial.
Namun, nyatanya saat ini banyak sekali pejabat maupun ASN yang bahkan terlihat berlomba-lomba hidup menunjukkan kemewahan hartanya. Mereka terlibat dalam praktik pamer kemewahan yang tidak sejalan dengan prinsip dan tanggung jawab jabatan yang mereka emban. Sebagai pejabat/ASN, seharusnya mereka memahami bahwa mereka adalah teladan bagi masyarakat, mereka memiliki tanggung jawab mengemban amanah rakyat dan melayani kepentingan publik dengan integritas dan dedikasi yang tinggi, rasanya tidak etis jika melihat rakyat masih banyak yang hidup dalam kesusahan namun pejabat/ASN nya sendiri hidup dengan kemewahan.
Pamer kemewahan oleh para pejabat maupun ASN dapat merusak citra negara di mata masyarakat. Ketika pejabat yang seharusnya menjadi teladan dan melayani masyarakat dengan baik justruk terlihat hidup mewah dan konsumtif, hal ini menciptakan persepsi negatif bahwa mereka menggunakan kekuasaan dan sumber daya negara untuk kepentingan pribadi. Citra negatif ini tentu dapat merugikan upaya membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah dan melemahkan integritas institusi.
Hal ini bukanlah persoalan apakah hidup bermewah-mewahan sebagai hal yang tercela, kenyataannya saat ini peluang hidup bermewah-mewahan tidak pernah merata. Rakyat yang berada di kelas bawah bekerja keras demi menghidupi keluarganya dengan berbagai kesulitan yang tiada tara mereka dapatkan tapi mereka tetap miskin turun temurun. Sedangkan rakyat kelas atas hidup mewah turun temurun tanpa kerja kerasnya.
Sebagai contoh, publik pun mengetahui banyaknya pejabat/ASN yang mangkir dari rapat atau bahkan rapat sambil tidur, bahkan lebih parahnya ada yang rapat sambil menonton pornografi? Apakah etis mereka diberikan gaji dari rakyat yang hidup susah, bekerja terus-terusan menyambi hidup demi membayar gaji para pejabat/ASN namun mereka hanya berleha-leha menikmati kemewahan sementara rakyat banyak yang sengsara? Banyak juga sikap dari para pejabat/ASN yang acuh dengan kepentingan publik, baik dipersulitnya pembuatan surat-surat jika tidak memiliki orang dalam.
Contoh lain, seperti banyaknya berita viral saat ini. Mengenai jalanan Lampung yang rusak. Apakah dana dari rakyat kurang? Rakyat terus-terusan di mintai dana untuk pemerintah, namun kenyataannya dana itu tak kunjung sampai pada rakyat. Minimal memperbaiki jalanan untuk rakyat pun susah, bahkan keluarga pejabatnya malah hidup bermewah-mewahan. Rakyat banyak yang memprotes namun para pejabat/ASN hanya diam saja? Baru bergerak saat presiden turun tangan, sangatlah mengecewakan bukan?.
Pamer kemewahan memanglah manusiawi, semua orang pasti memiliki gairahnya sendiri untuk pamer diri maupun kehidupan di sekitarnya, namun hal yang perlu dipamerkan dirasa tidak melulu soal kemewahan. Contohnya pamer prestasi ketika bisa menjuarai sebuah perlombaan dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan terkadang pemerintah juga kurang mengapresiasi rakyat yang berprestasi jika dari kalangan bawah.
Selain itu, gaya hidup pamer berdampak pada kepercayaan masyarakat yang akan hancur. Dimana banyak masyarakat yang berharap penuh pada para pejabat maupun ASN dengan bertindak sesuai dengan integritas, dedikasi, dan komitmen untuk melayani kepentingan publik. Namun, ketika malah sebaliknya para pejabat/ASN ini berfoya-foya tentu masyarakat akan merasa sangat dikhianati dan meragukan niat sejati pejabat/ASN untuk melayani kepentingan publik. Hal ini dapat berpotensi merusak hubungan antara pemerintah dan rakyat, bukannya memperbaiki hubungan pemerintah dan rakyat agar dapat hidup tentram dalam bernegara malah merusak.
Tentu seperti yang kita ketahui pamer kemewahan ini berdampak negatif yang signifikan terhadap citra negara, ketidakadilan sosial, dan kepercayaan masyarakat. Dalam upaya membangun suatu negara yang damai dan tentram tentulah pemerintah dan rakyat harus saling bekerjasama, sebagai garda tertinggi di tata negara diharapkan para pejabat maupun ASN mampu untuk menjaga kepercayaan rakyat, membangun negara yang berintegritas dan melayani kepentingan publik sebagaimana tugas mereka.
Reporter / Khariza Rizka Fadilah
Tidak ada komentar
Posting Komentar