Insight Cyber Media.com, Purwakarta- Pemberlakuan grafik perjalanan KA (Gapeka) berdampak buruk bagi para penjual sate maranggi khas Purwakarta. Sebab, dengan menurunnya pengunjung yang datang untuk membeli sate maranggi Khas Purwakarta itu membuat pedagang menjadi lesu.
Setelah diberlakukannya kebijakan Gapeka, Pengunjung di Kampung Sate Maranggi kini merosot drastis. Sebab terjadi perubahan jadwal keberangkatan, stasiun pemberhentian hingga penomoran pada sebagian besar KA (Kereta Api) di wilayah Daop Bandung.
Pemberlakuan aturan baru ini, membuat kereta lokal hanya transit sekitar 15 menit di Stasiun Plered. Padahal sebelumnya waktu transit bisa berjam-jam lamanya. Dengan waktu yang transit yang kini menjadi singkat Kereta relasi Garut-Purwakarta terdampak pemberlakuan Gapeka.
Hal itu yang membuat penjual sate kini hanya bisa gigit jari. Mereka yang biasanya meraup uang dari penumpang yang transit di Stasiun Plered. Karena sekarang waktu transit berkurang dan sempit, pengahasilan para penjual sate pun merosot.
Yuri salah satu pedagang sate di Kampung Sate Maranggi Plered mengatakan, Pemberlakuan Gapeka ini sangat berdampak pada penjual sate disini, karena dulu itu kereta berhentinya lama jadi para penumpang bisa mampir dan jalan-jalan dan banyak sekali yang makan sate. Kini hanya satu atau dua penumpang dan itupun membeli sate yang sudah siap, karena waktu yang terbatas.
"Sebelum adanya Gapeka, ratusan tusuk sate maranggi bisa terjual kepada penumpang KA. Namun kini penumpang jadi enggan untuk turun lantaran waktu yang sempit membuat penumpang takut tertinggal kereta" Kata Yuri.
Sate Maranggi di lokasi wisata kuliner ini dibandrol dengan harga jual Rp. 2000/tusuk nya, untuk nasi dijual dengan harga Rp. 3.000/bungkus dan untuk ketan bakar dijual dengan harga Rp. 5.000/buah. Dengan harga yang murah tersebut para penumpang bisa menikmati sate khas Purwakarta, Namun kini penumpang yang transit hanya sedikit membuat penjualan sate pun merosot.
Fauziyyah Suci Nur'bayyin
Peneliti Insight Cyber Media
Instagram : @Fauziyyahk.sj
Setelah diberlakukannya kebijakan Gapeka, Pengunjung di Kampung Sate Maranggi kini merosot drastis. Sebab terjadi perubahan jadwal keberangkatan, stasiun pemberhentian hingga penomoran pada sebagian besar KA (Kereta Api) di wilayah Daop Bandung.
Pemberlakuan aturan baru ini, membuat kereta lokal hanya transit sekitar 15 menit di Stasiun Plered. Padahal sebelumnya waktu transit bisa berjam-jam lamanya. Dengan waktu yang transit yang kini menjadi singkat Kereta relasi Garut-Purwakarta terdampak pemberlakuan Gapeka.
Hal itu yang membuat penjual sate kini hanya bisa gigit jari. Mereka yang biasanya meraup uang dari penumpang yang transit di Stasiun Plered. Karena sekarang waktu transit berkurang dan sempit, pengahasilan para penjual sate pun merosot.
Yuri salah satu pedagang sate di Kampung Sate Maranggi Plered mengatakan, Pemberlakuan Gapeka ini sangat berdampak pada penjual sate disini, karena dulu itu kereta berhentinya lama jadi para penumpang bisa mampir dan jalan-jalan dan banyak sekali yang makan sate. Kini hanya satu atau dua penumpang dan itupun membeli sate yang sudah siap, karena waktu yang terbatas.
"Sebelum adanya Gapeka, ratusan tusuk sate maranggi bisa terjual kepada penumpang KA. Namun kini penumpang jadi enggan untuk turun lantaran waktu yang sempit membuat penumpang takut tertinggal kereta" Kata Yuri.
Sate Maranggi di lokasi wisata kuliner ini dibandrol dengan harga jual Rp. 2000/tusuk nya, untuk nasi dijual dengan harga Rp. 3.000/bungkus dan untuk ketan bakar dijual dengan harga Rp. 5.000/buah. Dengan harga yang murah tersebut para penumpang bisa menikmati sate khas Purwakarta, Namun kini penumpang yang transit hanya sedikit membuat penjualan sate pun merosot.
Fauziyyah Suci Nur'bayyin
Peneliti Insight Cyber Media
Instagram : @Fauziyyahk.sj
Tidak ada komentar
Posting Komentar