Bandung, Hari Raya Idul Adha identik dengan hidangan daging, mulai dari daging kambing hingga sapi. Tak jarang, daging-daging ini diolah dengan cara dibakar atau dijadikan sate.
Menurut dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi dan onkologi medik Eka Hospital Cibubur, Andhika Rachman, makan daging dengan cara dibakar seperti sate atau steak memang sangat menggugah selera. Namun, sate atau steak dianggap menjadi makanan yang dapat meningkatkan risiko kanker karena mengandung zat karsinogen.
"Karsinogen merupakan zat kimia yang terbentuk melalui proses pembakaran. Zat karsinogen terbentuk saat daging dipanggang dan dipengaruhi oleh temperatur tinggi dalam waktu panggang yang lama," kata Andhika dalam keterangan pers, Jumat (23/6/2023).
Hal ini yang membuat daging sate atau steak tampak menghitam atau gosong. Karsinogen dapat menyebabkan kerusakan sel yang pada akhirnya dapat mengakibatkan penyakit kanker.
Pada sate atau steak, asam amino, gula, dan creatine dalam daging merah akan bereaksi pada suhu tinggi, yang membentuk heterocyclic amines (HCAs). Ini adalah zat yang membentuk karsinogen.
Daging merah jika dimasak dengan suhu terlalu panas akan berubah jadi karsinogen, seperti sate atau steak yang dibakar dengan arang membuat kandungan zat karsinogen menjadi lebih meningkat.
"Jika ingin mengkonsumsi daging merah, disarankan memilih daging merah yang masih segar, yang kemudian masak daging itu dengan cara yang sehat. Hal ini akan lebih baik daripada mengkonsumsi daging olahan pabrik."
Maka dari itu, Andhika lebih menyarankan untuk mengolah daging dengan cara dikukus atau direbus ketimbang digoreng atau dibakar.
"Hal ini akan membuat berkurangnya zat karsinogen pada daging tersebut," ucap Andhika.
Pengolahan daging yang baik menjadi perhatian Andhika lantaran bila zat karsinogen sudah masuk ke dalam tubuh, maka risiko kanker usus besar dapat terjadi.
Gejala dari kanker usus besar adalah buang air besar (BAB) tidak tuntas, pendarahan, sering kram, lemas, dan penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas.
Berdasarkan kelompok usia, kanker usus besar terbagi dua, yakni kelompok risiko rendah dan risiko tinggi.
Kelompok risiko rendah adalah orang yang memiliki berat badan berlebih, sering memiliki masalah pencernaan, tapi memiliki gaya hidup sehat.
Bagi kelompok ini, sebaiknya dilakukan deteksi dini setiap lima tahun ketika berusia 45 tahun.
Sedangkan, kelompok dengan risiko tinggi merupakan orang yang memiliki sejarah kanker usus besar di keluarganya dan sebaiknya melakukan pemeriksaan ketika berusia di atas 30 tahun.
Jika terpaksa membuat sate atau memang sangat menginginkannya, maka ada beberapa cara untuk meminimalisasi timbulnya zat karsinogen.
Cara-cara tersebut yakni:
Rendam bumbu atau daging sebelum dimasak guna mengurangi kemungkinan makanan yang dibakar gosong.
Sebaiknya lemak pada daging dibuang saja. Jika ingin konsumsi sate ayam atau sate kambing, disarankan untuk jangan menggunakan lemak. Karena jika lemak terbakar, maka akan meneteskan minyak yang akan menimbulkan asap dan mengasapi daging.
Hindari meratakan tingkat kematangan pada daging. Jangan membalikkan daging menggunakan garpu, tapi gunakanlah penjepit, sebab jika terkena arang, ini akan dapat menimbulkan zat kimia yang mengasapi daging.
Hindari meletakkan daging terlalu dekat dengan arang atau api. Jika memungkinkan, bisa diletakkan sejauh mungkin dari api secara langsung.
"Walaupun konsumsi sate atau steak dapat meningkatkan kanker, terdapat langkah untuk meminimalisirnya, seperti saat memanggang sate atau steak usahakan jangan terlalu lama atau bahkan sampai menghitam (gosong)."
"Karena hal inilah yang menjadi pemicu utama meningkatkan terjadinya kanker. Selain itu, guna menekan risiko kanker hingga 25 persen, dapat menambahkan konsumsi sayur dan buah saat silaturahmi Idul Adha bersama kerabat dan sahabat," pungkas Andhika.
Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar
Posting Komentar