Mahasiswa menjadi klien yang berharga, bukannya pembelajar, mereka mendapatkan kepercayaan diri besar tetapi sedikit ilmu. Buruk lagi, mereka tidak mengembangkan kebiasaan berpikir kritis yang bisa menjadi bekal mereka untuk terus belajar. Argumen Nichols tentu menjadi tamparan telak bagi sebahagian mahasiswa yang sampai saat ini tidak lagi menggunakan nalarnya.
Kebijakan pembelajaran diterapkan di Indonesia setelah munculnya kasus pasien yang terjangkit virus Covid-19 (Corona Virus Disease 19) atau yang kita kenal dengan nama Virus Corona. Status virus ini meningkat hingga mencapai pandemi sehingga pemerintah menganjurkan melakukan aktivitas di rumah termasuk bekerja, belajar dan lain sebagainya. Kondisi itu memaksa dosen dan mahasiswa untuk melakukan pembelajaran dalam jaringan (daring). Pemerintah tidak tidak tinggal diam dengan membuka akses Online bagi siswa dan mahasiswa untuk belajar Online secara gratis.
Kebijakan itu memperoleh berbagai macam respons, salah satunya mahasiswa merasa pembelajaran itu tidak efektif karena tidak adanya tatap muka langsung. Kritik tersebut tentu tidak relevan dengan kondisi negara saat ini. Ini adalah salah satu contoh jiwa kritis mahasiswa yang tajam tetapi minim pengetahuan. Kognisinya berjalan tetapi tidak dibarengi dengan pengetahuan yang cukup luas.
Sebaiknya Mahasiswa lebih sering mengasah nalar, sesering mereka mengonsumsi mie instan agar tidak lebih buruk dari manusia purba dan tokoh nasional. Satu lagi hal yang cukup penting, dosen juga mengalami kendala dalam pembelajaran Daring, tidak hanya kalian para Mahasiswa.
Neng Ayu Lestari/KPI 6B
Tidak ada komentar
Posting Komentar