Bandung - Sebelum menjadi salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah mengalami banyak rintangan dan halangan pada awal masa perkembangannya. Muhammadiyah tidak serta merta diterima di seluruh kalangan muslim di Nusantara. Oleh karena itu, kisahnya terangkum dalam sejarah singkat Muhammadiyah berikut ini.
Saat ini Muhammadiyah menjadi bagian penting dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia.
Profil Pendiri Muhammadiyah
Perintis Muhammadiyah ialah Ahmad Dahlan. Sosok kyai alim dan cerdas ini lahir di Kauman, Yogyakarta, pada 1 Agustus 1868. Ia merupakan putra dari Kiai Haji Abu Bakar bin Kiai Sulaiman, seorang khatib tetap di Masjid Agung Yogyakarta. Nama lahirnya adalah Raden Ngabehi Muhammad Darwis atau kerap disebut Muhammad Darwis.
Dikutip dari buku Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 karya Herry Mohammad, sebagaimana umumnya anak kiai, Ahmad Dahlan mempelajari ilmu-ilmu agama dan juga bahasa Arab. Berbekal ilmu yang dipelajarinya selama di Yogyakarta, pada tahun 1888 Ahmad Dahlan pun menunaikan ibadah haji sekaligus bermukim di Makkah untuk menuntut ilmu selama 4 tahun.
Di Makkah, Ahmad Dahlan memperdalam ilmu-ilmu keislamannya seperti ilmu qiraat, fikih, tasawuf, ilmu mantik, ilmu falak, akidah, dan tafsir. Baru setelah tahun 1902, Ahmad Dahlan kembali ke kampung halamannya meski hanya menetap selama setahun sebab pada 1903 ia kembali ke Makkah untuk belajar selama 3 tahun, tujuannya lebih mendalami ilmu agama.
Murid dari Syekh Ahmad Khatib Minangkabau ini juga mempelajari pembaruan Islam yang kala itu tengah gencar dilakukan oleh tokoh pembaru seperti Jamaluddin al-Afghani, Ibnu Taimiyah, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha yang dikenal dengan tafsir Al-Manarnya.
Pada tahun 1906, Ahmad Dahlan kembali ke Yogyakarta dan menjadi guru agama di kampungnya, Kauman. Selain itu ia juga mengajar di Kweek School (Sekolah Raja) di Yogyakarta dan Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren, sebuah sekolah untuk pegawai pribumi di Magelang. Ia pun dipercaya menjadi khatib di lingkungan Masjid Keraton meskipun kemudian dicopot akibat gagasannya dalam memperbarui arah kiblat.
Sejarah Terbentuknya Muhammadiyah
Setelah bergabung dengan organisasi seperti Budi Utomo pada tahun 1909, Ahmad Dahlan juga bergabung dengan Sarekat Islam pada tahun 1910. Melalui organisasi tersebut dakwah Ahmad Dahlan lebih menjangkau seluruh kalangan dan mendapatkan berbagai dukungan dari banyak pihak. Ide-ide pembaruannya pun didukung oleh kalangan modernis dan perkotaan.
Dengan keterlibatan Ahmad Dahlan dalam organisasi, ia mendapat pengetahuan seputar cara berorganisasi dan mengatur organisasi secara modern. Atas usulan dan masukan dari berbagai pihak, pada 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Misi dakwah utama dari Muhammadiyah adalah kembali ke Al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Selain itu, Muhammadiyah juga memiliki misi untuk membersihkan Islam dari bid'ah, khurafat, dan tahayul yang terdapat di kalangan umatnya. Muhammadiyah memberantas perbuatan syirik dan bid'ah, menentang kultus individu, serta pemujaan terhadap roh dan benda-benda keramat. Sistem pendidikan pun diperbaiki dan masih menjadi fokus Muhammadiyah hingga saat ini.
Berdasarkan buku Sejarah Untuk Kelas XI SMA Program Bahasa susunan Nana Supriatna, pada awal masa kelahirannya, Muhammadiyah tidak memiliki dukungan dan simpati dari berbagai golongan. Namun, misi mulianya tetap berjalan. Dalam pergerakannya, Muhammadiyah berkembang dalam bidang pendidikan serta kesejahteraan sosial seperti mendirikan rumah yatim piatu, rumah fakir miskin, balai pengobatan, dan rumah sakit.
Muhammadiyah baru mendapat badan hukum dari Gubernur Jenderal Belanda melalui surat ketetapan No. 81 pada tanggal 22 Agustus 1914. Kala itu, Muhammadiyah diberi izin pendirian di daerah Yogyakarta. Setelah berbadan hukum, organisasi ini mulai mendapat sambutan kalangan Islam sehingga dapat berkembang lebih baik.
Adapun tatkala pertumbuhannya semakin masif dan diterima oleh banyak masyarakat, Muhammadiyah membuka cabang di luar Yogyakarta. Pada 16 Agustus 1920, dikeluarkan SK Pemerintah No. 40 yang mengizinkan pendirian cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta. Lantas, pada 2 September 1921 dengan SK No. 36, Muhammadiyah diizinkan didirikan di seluruh wilayah Hindia Belanda.
Muhammadiyah di Tengah Masyarakat
Keberhasilan dari penyebaran dakwah Muhammadiyah tidak bisa dilepas dari perjuangan Ahmad Dahlan dalam menggencarkan semangat pembaruannya. Merangkum buku Sejarah Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta: Mobilitas Sosial DI Yogyakarta Periode Awal Abad Duapuluhan yang ditulis oleh Ryadi Goenawan dan Darto Harnoko, hal tersebut dapat dilihat dari kiprah Muhammadiyah di tengah masyarakat hingga dewasa ini.
Seperti misalnya didirikannya kegiatan kepanduan yang bernama Hisbul Wathan. Berbagai kegiatan yang menyingkup dan menggerakkan organisasi ini pun semakin dikenal di kalangan masyarakat seperti ikatan dari tujuh lembaga seperti Majelis Pendidikan dan Pengajaran, Majelis Tarjih Lembaga Hukum Islam, Majelis Hikmah (Lembaga Kebijaksanaan), Majelis Penolong Kesengsaraan Umum (PKU), Majelis Ekonomi, Majelis Wakaf dan Kehartabendaan, juga Majelis Da'wah.
Adapun organisasi yang otonom seperti Aisyiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) secara nyata memberikan dampak positif bagi ide-ide perkembangan Islam yang progresif. Semua elemen yang bergabung di bawah naungan Muhammadiyah menebarkan sikap gotong royong umat muslim yang saling bahu membahu dalam kebaikan.
Itulah sekilas tentang sejarah Muhammadiyah yang menjadi awal munculnya modernisasi Islam. Perwujudan dari gagasan-gagasan dan ide Ahmad Dahlan terdapat dalam cita-cita Muhammadiyah yang ingin membawa perubahan baik dalam perkembangan Islam di Indonesia.
Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar
Posting Komentar