insightcybermedia, Bandung, 18 Desember 2024 – Kemacetan lalu lintas di Kota Bandung kian menjadi pemandangan sehari-hari yang tak bisa dielakkan. Bagi sebagian warga, terjebak dalam kemacetan di jalan-jalan utama seperti Jalan Pasteur, Jalan Setiabudi, hingga Jalan Cihampelas adalah rutinitas yang memakan waktu dan energi. Namun, di balik kemacetan yang semakin parah, terdapat dua faktor utama yang menjadi penyebabnya: meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah setiap tahun dan terbatasnya fasilitas angkutan umum yang memadai.
Kenaikan jumlah kendaraan bermotor di Bandung setiap tahunnya menjadi salah satu penyebab utama kemacetan yang semakin parah. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kota Bandung, jumlah kendaraan pribadi, baik mobil maupun sepeda motor, tercatat terus meningkat. Pada 2022, jumlah kendaraan bermotor di Kota Bandung sudah mencapai lebih dari 3 juta unit, sebuah lonjakan yang signifikan dibandingkan dengan 2,7 juta unit pada 2017. Fenomena ini tak lepas dari pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin pesat dan tingginya daya beli masyarakat terhadap kendaraan pribadi.
Namun, peningkatan jumlah kendaraan ini tak diimbangi dengan ketersediaan ruang jalan yang memadai. Jalan-jalan utama yang dulu cukup luas kini dipenuhi kendaraan yang terjebak dalam antrean panjang. Hal ini tentu saja menyebabkan kelancaran lalu lintas terganggu, bahkan pada jam-jam non-puncak.
Seorang pengendara, Dedi, yang biasa melintas di kawasan Jalan Pasteur mengungkapkan, "Sekarang, hampir setiap hari saya terjebak macet, bahkan pagi-pagi jam 7 sudah penuh sesak. Dulu, saya bisa sampai kantor dalam 30 menit, sekarang bisa sampai satu jam lebih."
Di sisi lain, meskipun kemacetan semakin parah, angkutan umum di Bandung masih jauh dari memadai. Transportasi publik di Kota Bandung masih bergantung pada angkot dan bus kota yang jumlahnya terbatas. Selain itu, armada yang ada sering kali tidak teratur dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mobilitas warga yang terus meningkat. Hal ini menyebabkan banyak orang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi karena dinilai lebih efisien.
Menurut data yang dihimpun dari Dinas Perhubungan, meskipun angkutan umum seperti Trans Metro Bandung (TMB) dan angkot sudah ada, namun sistem transportasi ini belum mencakup seluruh wilayah Kota Bandung secara optimal. Jangkauan jalur angkutan umum masih terbatas, dan banyak area yang tidak terjangkau oleh transportasi publik. Ditambah lagi, seringkali angkutan umum tersebut tidak beroperasi dengan jadwal yang tetap dan tidak tersedia dalam jumlah yang cukup.
Agus, seorang mahasiswa yang tinggal di kawasan Ujungberung, mengungkapkan pengalamannya, "Mau naik bus TMB itu susah, jamnya gak tetap dan rutenya gak sampai rumah saya. Kalau saya pakai angkot, sering banget harus nunggu lama, belum lagi kondisi angkot yang kadang sudah penuh."
Kenaikan jumlah kendaraan bermotor di Bandung setiap tahunnya menjadi salah satu penyebab utama kemacetan yang semakin parah. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kota Bandung, jumlah kendaraan pribadi, baik mobil maupun sepeda motor, tercatat terus meningkat. Pada 2022, jumlah kendaraan bermotor di Kota Bandung sudah mencapai lebih dari 3 juta unit, sebuah lonjakan yang signifikan dibandingkan dengan 2,7 juta unit pada 2017. Fenomena ini tak lepas dari pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin pesat dan tingginya daya beli masyarakat terhadap kendaraan pribadi.
Namun, peningkatan jumlah kendaraan ini tak diimbangi dengan ketersediaan ruang jalan yang memadai. Jalan-jalan utama yang dulu cukup luas kini dipenuhi kendaraan yang terjebak dalam antrean panjang. Hal ini tentu saja menyebabkan kelancaran lalu lintas terganggu, bahkan pada jam-jam non-puncak.
Seorang pengendara, Dedi, yang biasa melintas di kawasan Jalan Pasteur mengungkapkan, "Sekarang, hampir setiap hari saya terjebak macet, bahkan pagi-pagi jam 7 sudah penuh sesak. Dulu, saya bisa sampai kantor dalam 30 menit, sekarang bisa sampai satu jam lebih."
Di sisi lain, meskipun kemacetan semakin parah, angkutan umum di Bandung masih jauh dari memadai. Transportasi publik di Kota Bandung masih bergantung pada angkot dan bus kota yang jumlahnya terbatas. Selain itu, armada yang ada sering kali tidak teratur dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mobilitas warga yang terus meningkat. Hal ini menyebabkan banyak orang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi karena dinilai lebih efisien.
Menurut data yang dihimpun dari Dinas Perhubungan, meskipun angkutan umum seperti Trans Metro Bandung (TMB) dan angkot sudah ada, namun sistem transportasi ini belum mencakup seluruh wilayah Kota Bandung secara optimal. Jangkauan jalur angkutan umum masih terbatas, dan banyak area yang tidak terjangkau oleh transportasi publik. Ditambah lagi, seringkali angkutan umum tersebut tidak beroperasi dengan jadwal yang tetap dan tidak tersedia dalam jumlah yang cukup.
Agus, seorang mahasiswa yang tinggal di kawasan Ujungberung, mengungkapkan pengalamannya, "Mau naik bus TMB itu susah, jamnya gak tetap dan rutenya gak sampai rumah saya. Kalau saya pakai angkot, sering banget harus nunggu lama, belum lagi kondisi angkot yang kadang sudah penuh."
Reporter: Mullah Muhammad Usamah
Tidak ada komentar
Posting Komentar