Insightcybermedia, Bandung - Penurunan angka pengangguran di Jawa Barat bisa dibilang menjadi angin segar di tengah perekonomian yang stagnan. Namun, di balik data yang terlihat menggembirakan, ada realitas lain yang tidak bisa diabaikan: sempitnya peluang kerja, ketidaksesuaian pendidikan, serta lonjakan jumlah angkatan kerja yang belum tertampung. Jadi, apakah penurunan ini benar-benar sebuah kemajuan, atau hanya tampak bagus di permukaan tetapi menyisakan masalah mendalam?
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Barat memang mengalami penurunan, dari 7,44% pada tahun 2023 menjadi 6,75% di Agustus 2024. Angka ini tentu layak diapresiasi, tetapi jika kita telusuri lebih jauh, penurunan sebesar 0,69% ini bisa saja bersifat sementara dan belum menyentuh permasalahan utamanya.
Salah satu persoalan utama adalah terbatasnya lapangan kerja. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat belum diiringi dengan penciptaan pekerjaan yang cukup signifikan. Meski beberapa industri berkembang, sayangnya mereka belum mampu menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah besar, terutama di tengah persaingan global yang semakin ketat. Selain itu, pekerjaan yang tersedia sering kali membutuhkan keterampilan khusus yang belum dikuasai oleh sebagian besar pencari kerja.
Tantangan ini diperparah oleh ketidaksesuaian antara pendidikan dan kebutuhan industri. Banyak lulusan sekolah dan perguruan tinggi di Jawa Barat yang hanya memiliki keterampilan dasar yang kurang relevan dengan dunia kerja saat ini. Fenomena pengangguran terdidik pun tidak terhindarkan, di mana lulusan dengan gelar tinggi justru kesulitan mendapatkan pekerjaan. Hal ini menegaskan bahwa perbaikan sistem pendidikan agar lebih selaras dengan kebutuhan pasar kerja sudah menjadi keharusan.
Di sisi lain, tingginya pertumbuhan angkatan kerja juga menjadi persoalan yang tidak bisa dianggap remeh. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, Jawa Barat mengalami lonjakan tenaga kerja setiap tahunnya. Sayangnya, lapangan pekerjaan yang tersedia belum mampu mengimbangi pesatnya pertumbuhan ini, sehingga angka pengangguran tetap tinggi.
Faktor lain yang turut berkontribusi adalah daya beli masyarakat yang stagnan. Ketika daya beli rendah, ekonomi lokal ikut lesu dan permintaan tenaga kerja pun terbatas. Akibatnya, dunia usaha enggan merekrut banyak tenaga kerja karena permintaan pasar yang tidak stabil. Situasi ini menciptakan lingkaran yang membuat perekonomian Jawa Barat sulit bergerak maju.
Untuk itu, pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret. Mendorong investasi yang fokus pada penciptaan lapangan kerja, memperbaiki sistem pendidikan agar sesuai dengan kebutuhan industri, serta menyediakan program pelatihan keterampilan bagi tenaga kerja adalah beberapa solusi yang bisa diterapkan. Di sisi lain, meningkatkan daya beli masyarakat melalui kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat juga akan membantu memacu pertumbuhan sektor usaha lokal.
Meskipun angka pengangguran turun, bukan berarti persoalan ketenagakerjaan di Jawa Barat sudah selesai. Tantangan seperti terbatasnya peluang kerja, ketidaksesuaian antara pendidikan dan kebutuhan industri, serta tingginya pertumbuhan angkatan kerja harus diselesaikan dengan pendekatan yang menyeluruh dan strategis. Jika tidak, penurunan angka pengangguran ini hanya akan menjadi angka di atas kertas, sementara realitas di lapangan tetap menyisakan persoalan yang nyata.
Penulis: Muhammad Rasyid Faizulhaq
Tidak ada komentar
Posting Komentar