Insightcybermedia, Bandung - Pemerintah kembali melakukan langkah progresif dengan menaikkan harga jual rokok konvensional maupun rokok elektrik mulai 1 Januari 2025. Kenaikan ini tertuang dalam PMK Nomor 96 dan PMK Nomor 97 Tahun 2024 sebagai bagian dari upaya menekan jumlah perokok di Indonesia. Meski kebijakan ini patut diapresiasi, pertanyaannya: Apakah menaikkan harga rokok benar-benar akan membuat perokok berpikir ulang untuk berhenti?
Berdasarkan data Maret 2024, jumlah perokok di Indonesia masih sangat tinggi, yakni 22,32% penduduk berusia 5 tahun ke atas merokok setiap hari. Lebih mengejutkan lagi, perokok rata-rata mengisap hingga 87 batang rokok dalam seminggu. Ini bukan hanya persoalan kebiasaan buruk, tetapi juga cerminan dari lemahnya efektivitas kampanye antirokok yang sudah berjalan bertahun-tahun. Kenaikan harga rokok bisa jadi langkah awal, tapi jelas bukan satu-satunya solusi.
Faktanya, kebiasaan merokok bukan hanya dipengaruhi oleh harga, tetapi juga faktor psikologis dan lingkungan. Meskipun harga rokok naik, banyak perokok aktif yang rela mengorbankan kebutuhan lain demi mempertahankan kebiasaan ini. Lebih parahnya lagi, kenaikan harga berpotensi melahirkan peredaran rokok ilegal yang lebih murah dan mudah diakses. Tanpa pengawasan yang ketat, tujuan untuk menekan angka perokok justru bisa berbalik arah.
Di sisi lain, kelompok usia muda adalah sasaran paling rentan dalam persoalan ini. Kenaikan harga rokok mungkin akan membebani dompet mereka, tetapi tanpa edukasi yang kuat dan berkelanjutan, keinginan untuk mencoba tetap akan ada. Rokok elektrik, yang dianggap lebih modern dan "ringan," kini justru menjadi tren baru di kalangan remaja. Ini menunjukkan bahwa tantangan pemerintah tidak hanya sebatas rokok konvensional, melainkan juga perlu strategi khusus untuk rokok elektrik.
Pemerintah harus berani mengambil langkah lebih komprehensif, tidak hanya dengan menaikkan harga. Kampanye edukasi bahaya rokok perlu diperkuat, terutama di sekolah-sekolah dan lingkungan keluarga. Selain itu, fasilitas layanan berhenti merokok harus diperluas dan mudah diakses oleh masyarakat. Pendekatan yang lebih humanis dan menyentuh akar masalah bisa membantu para perokok untuk benar-benar mengambil keputusan berhenti.
Pengawasan terhadap rokok ilegal juga menjadi kunci penting dalam keberhasilan kebijakan ini. Kenaikan harga rokok akan percuma jika rokok murah merajalela di pasaran tanpa kontrol yang jelas. Aparat penegak hukum harus bekerja lebih serius dalam memberantas distribusi rokok ilegal dan memastikan kebijakan ini berjalan sesuai tujuannya.
Ikhtiar pemerintah dalam menurunkan jumlah perokok memang sudah berada di jalur yang tepat, tapi masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Menaikkan harga rokok hanyalah satu sisi dari kebijakan yang harus lebih menyeluruh. Dengan kombinasi edukasi, pengawasan ketat, dan dukungan layanan berhenti merokok, barulah kita bisa berharap angka perokok di Indonesia benar-benar menurun secara signifikan. Jika tidak, kenaikan harga rokok hanya akan menjadi beban ekonomi tanpa menyentuh akar persoalan sesungguhnya.
Penulis, Muhammad Rasyid Faizulhaq
Tidak ada komentar
Posting Komentar