Insightcybermedia, Bandung - UMR Kota Bandung tahun 2024 resmi naik menjadi Rp4.209.309, mengalami kenaikan 3,97% dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini sekilas terdengar menggembirakan, tetapi ketika dibandingkan dengan biaya hidup di Bandung yang terus melambung, angka tersebut jauh dari cukup. Tak hanya itu, jika dilihat dari UMR DKI Jakarta yang mencapai Rp5.396.761, jelas ada kesenjangan yang memprihatinkan. Kenaikan UMR di Bandung terasa seperti langkah kecil di tengah biaya hidup yang berlari kencang.
Sebagai salah satu kota besar dengan predikat biaya hidup tertinggi di Indonesia, Bandung menghadirkan tantangan ekonomi yang berat bagi warganya. Harga sewa rumah dan apartemen terus meroket, terutama di kawasan perkotaan. Sementara itu, kenaikan UMR yang minim tidak sebanding dengan lonjakan harga kebutuhan pokok seperti makanan, transportasi, dan tagihan bulanan. Banyak pekerja akhirnya harus berhemat habis-habisan atau mencari pekerjaan sampingan untuk bisa bertahan.
Masalah ini diperparah oleh biaya transportasi yang juga menguras dompet. Bandung sebagai kota metropolitan sering kali menghadapi kemacetan, memaksa masyarakat mengeluarkan biaya ekstra untuk bahan bakar atau transportasi umum. Pilihan transportasi online yang semakin marak pun menawarkan kemudahan, tetapi tetap membebani pengeluaran harian. Situasi ini membuat pekerja berpendapatan UMR harus memutar otak agar penghasilan tidak habis di jalan.
Tak hanya transportasi, biaya pendidikan di Bandung juga menjadi momok tersendiri. Sekolah-sekolah berkualitas, baik negeri maupun swasta, mematok biaya yang tidak murah. Bagi para orang tua dengan penghasilan setara UMR, menyekolahkan anak di Bandung sering kali menjadi tantangan berat. Akibatnya, kesejahteraan keluarga tergerus hanya untuk menutupi kebutuhan pendidikan dan kebutuhan hidup sehari-hari.
Di sisi lain, kenaikan harga kebutuhan pokok semakin memperparah kondisi ini. Mulai dari sembako, listrik, air, hingga kebutuhan hiburan, semuanya memakan porsi besar dari penghasilan. Jika dibandingkan dengan kenaikan UMR yang hanya berkisar 3,97%, daya beli masyarakat nyatanya tidak ikut terdongkrak. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah UMR benar-benar mampu menjamin kehidupan yang layak di Bandung?
Pemerintah perlu mengevaluasi kembali penetapan UMR dengan mempertimbangkan biaya hidup yang realistis di Bandung. Kebijakan pengendalian harga kebutuhan pokok, subsidi transportasi, dan penyediaan hunian terjangkau menjadi solusi yang layak dipertimbangkan. Selain itu, peningkatan lapangan pekerjaan dengan gaji yang lebih kompetitif juga harus menjadi prioritas. Jika tidak, kesejahteraan pekerja di Bandung akan semakin jauh dari kenyataan.
Kenaikan UMR di Bandung bukanlah kabar buruk, tetapi juga belum bisa disebut solusi. Jika biaya hidup terus melambung tanpa ada kebijakan konkret, masyarakat berpenghasilan rendah hanya akan semakin tertekan. Bandung, yang dikenal sebagai Kota Kembang, bisa berubah menjadi kota yang “menyesakkan” jika kesenjangan ekonomi ini terus dibiarkan
Reporter: Muhammad Rasyid Faizulhaq
Tidak ada komentar
Posting Komentar